Entri Populer

Samarajiwa. Diberdayakan oleh Blogger.

Langkah Menuju Sukses

Kiat Langkah Menuju Sukses

blog motivasi | motivasi kerja
Persisnya lewat buku Pak Tung: “Financial Revolution.“  Di buku hebat itu, Pak Tung memberi contoh kesuksesan Adam Khoo.  Saya kemudian sangat beruntung bisa membeli buku Adam Khoo sendiri : ”Master Your Mind, Design Your Destiny”

Adam Khoo, orang Singapura.  Waktu anak-anak, ia adalah penggemar berat games dan TV.  Sehari, ia bisa berjam-jam di depan TV.  Baik main PS atau nonton TV.

Adam Khoo pun dikenal sebagai anak bodoh.  Ketika kelas empat SD, Ia dikeluarkan dari sekolah.  Ia pun masuk ke SD terburuk di Singapura.  Ketika akan masuk SMP, ia ditolak oleh enam SMP terbaik di sana.  Akhirnya, ia bisa masuk ke SMP terburuk di Singapura.

Di awal SMP, kebiasaan Adam tidak berubah.  Akibatnya, ia mendapat peringkat 10 terburuk.  Bayangkan saudara, menjadi peringkat 10 terburuk di SMP terburuk.  Bagaimana buruknya itu.

Usia 13 tahun, ia mengikuti suatu program dari Ernest & Young.  Dalam program itu, ia belajar apa yang namanya Neuro Linguistic Programme  (NLP), Accelerated Learning, dan sebagainya.

Program ini benar-benar bermanfaat bagi Adam.  Ia mulai mempraktekkan keterampilan barunya.  Apa yang ia lakukan setelah kembali ke sekolah?

Pertama ia menulis tujuannya.  Ia akan lulus dari SMP tersebut dengan nilai A semua.  Ia akan masuk ke Victoria Junior College.  SMU terbaik di Singapura.  Adam kemudian melakukan tindakan gila.  Ia umumkan tujuannya itu di depan kelasnya.  Apa yang terjadi?  Ia ditertawakan seluruh isi kelas.  Termasuk gurunya sendiri.

Bila anda jadi gurunya, anda pun mungkin melakukan hal yang sama.  Bagaimana mungkin seorang yang berada di urutan 10 terburuk di SMP terburuk ingin lulus dengan nilai A semua dan masuk ke SMU terbaik.

Tapi Adam tidak bergeming.  Tertawaan dan cemoohan guru dan teman-temannya ia jadikan sebagai sumber semangat.  Ia pikir, bila ia tidak bisa membuktikan kata-katanya, ia akan lebih ditertawakan lagi.

Karena itu, Adam berusaha keras.  Ia gunakan semua cara belajar hebat yang ia dapat dari program Ernest &  Young.  Hasilnya luar biasa.  Adam mulai bisa menjawab pertanyaan di kelas.  Meski ia tetap ditertawakan karena membuat catatan pelajaran dengan cara yang beda dan aneh.  Ia gunakan peta pikiran yang penuh dengan gambar dan simbol untuk mencatat.

Akhirnya keras keras dan tekad baja Adam membuahkan hasil.  Ia lulus dari SMP itu dengan nilai A semua.  Ia berhasil masuk ke Victoria Junior College.  Di SMU terbaik ini pun, Adam tetap menjadi yang terbaik.  Ia lulus dari Victoria Junior College dengan nilai A semua dan sebagai lulusan terbaik.

Adam pun masuk ke National University of Singapore (NUS).  Universitas terbaik di Singapura.  Di NUS, ia berhasil masuk ke NUS Development Program.  Inilah program bagi mahasiswa Top One Percent.  Mahasiswa dengan prestasi akademis yang sempurna.  Program bagi para jenius.  Dari NUS, Adam lulus juga sebagai lulusan terbaik.

Itulah kesuksesan Adam di dunia akademisnya.  Bagaimana dengan dunia bisnis?  Prestasi Adam di dunia bisnis ditandai pada saat Adam berusia 26 tahun.  Ia telah memiliki empat bisnis dengan total nilai omset per tahun US$ 20 juta.

Kisah bisnis Adam dimulai ketika ia berusia 15 tahun.  Ia berbisnis music box.  Bisnis berikutnya adalah bisnis training dan seminar.  Pada usia 22 tahun, Adam Khoo adalah trainer tingkat nasional di Singapura.  Klien-kliennya adalah para manager dan top manager perusahaan-perusahaan di Singapura.  Bayarannya mencapai US$ 10.000 per jam.

Nah, sekarang mari kita merenung.  Apa sebenarnya yang terjadi dengan Adam Khoo.  Bagaimana seorang anak yang dicap bodoh, hobinya nonton TV dan main games bisa meraih sukses seperti itu?  Sukses yang mungkin sekali tidak diraih oleh teman-teman seangkatannya.  Teman-teman yang di SD-nya pintar?

Saya mencatat, ada tiga hal besar yang menjadi kunci sukses Adam Khoo.  Tiga kunci sukses ini pun yang menhantarkan siapapun meraih sukses.  Nah, sebutlah orang sukses yang anda kenal.  Dan perhatikan, bagaimana kondisi tiga hal berikut ini pada diri orang sukses itu:

1. Tujuan yang Jelas
2. Keyakinan yang Benar dan Kuat
3. Aksi yang tepat

Mari kita bahas satu per satu

1. Tujuan yang Jelas

Tujuan Adam jelas.  Ia ingin mendapat nilai A untuk semua mata pelajarannya.  Ia pun sangat jelas menginginkan masuk ke Vistoria Junior College dan National University of Singpore.  Ketika berbisnis, Adam pun membuat tujuan yang jelas.  Ia menetapkan berapa penghasilan yang ingin ia peroleh.

Tujuan yang jelas mempunyai kekuatan yang luar biasa.  Dengan tujuan yang jelas, orang ‘bodoh’ lainnya, Thomas Alva Edison berhasil menemukan bola lampu dan mempatenkan 1000 lebih inovasi.  Tujuan itu lah yang membuat Edison bisa bertahan pada setiap kegagalan yang terjadi.  Ia gagal dalam mencoba 10.000 jenis logam untuk bola lampunya.  Bukannya menyerah, Edison justru mengatakan :”Saya tidak gagal 10.000 kali.  Saya telah sukses 10.000 kali untuk mengetahui jenis logam yang tidak berfungsi.

Saya yakin anda ingin sukses.  Langkah pertama menuju kesana adalah TETAPKAN dan TULISKAN TUJUAN ANDA.  Buat tujuan yang jelas.  Misalnya pendapatan.  Jangan buat tujuan :  “Saya ingin mempunyai pendapatan sebesar-besarnya”  kenapa begitu?  Karena tujuan di atas tidak jelas.  Untuk merubahnya menjadi jelas, anda cukup mengganti sebesar-besarnya dengan angka yang anda kehendaki.  Misalnya Rp. 100 juta per bulan.  Jadi tulisan tujuan anda akan menjadi: “Saya ingin mempunyai pendapatan Rp. 100 juta per bulan.”

Jangan juga gunakan kata “tidak”.  Jangan membuat tujuan : “Saya tidak mau miskin lagi”  tujuan ini, meski benar, tapi menggunakan kata-kata yang negatif.  Jadi aroomanya juga negatif.  Dan sering kali apa yang tidak diinginkan itu justru benar-benar terjadi.  Kalau anda bila tidak mau miskin, mungkin anda akan tetap miskin.  kenapa begitu?  Karena otak anda hanya merekam kata miskin itu.
Contoh mudah begini.  Sekarang, saya harap anda bisa membaca kalimat di bawah ini dan melakukannya:

“JANGAN BAYANGKAN SEEKOR MONYET YANG SEDANG NAIK SEPEDA”

Apa yang terjadi?  Apakah anda justru membayangkan monyet yang sedang naik sepeda?  Padahal tulisan di atas justru melarangnya.
Hal sama terjadi dengan peringatan : “Jangan Membuang Sampah di Sini“.  Apa yang terjadi di areal dengan tanda peringatan itu?  Banyak sampahnya, pasti.

Supaya lebih jelas, buat juga tujuan anda dengan batasan waktu tertentu.  Misalnya: “Saya ingin mempunyai pendapatan Rp. 100 juta dalam enam bulan ke depan.”

Tujuan yang tajam seperti ini sangat berguna.  Apa gunanya?  Ia akan memaksa pikiran anda untuk benar-benar memikirkan cara yang efektif untuk mencapainya.  Artinya anda berpikir lebih keras lagi.  Pikiran yang lebih keras akan memaksa tindakan yang lebih keras juga.  Tindakan yang yang lebih keras akan mendatangkan hasil yang lebih baik juga.

Misalnya sekarang, ketika anda baca buku ini.  Katakanlah anda membacanya di rumah.  Nah, sekarang praktekkan apa yang tertulis di bawah ini:

ANDA HARUS LONCAT DAN MENYENTUH PLAFON.

Apa yang anda pikir?  Kemungkinan besar anda akan berpikir: Tidak mungkin saya bisa loncat dan menyentuh plafon di atas itu.  Oke.  Tidak apa-apa.

Sekarang, praktekkan lagi apa yang tertulis di bawah ini:

“ANDA HARUS LONCAT DAN MENYENTUH PLAFON.  KALAU TIDAK BISA, ANDA AKAN DITEMBAK MATI.”

Bila benar-benar sebuah pistol menempel di pelipis anda dan siap ditembakkan, apa yang akan anda pikirkan?  Kemungkinan besar anda akan berpikir jauh lebih keras dari kasus yang pertama tadi.

Anda tidak ingin kehilangan nyawa anda.  Karena itu anda berpikir lebih keras.  Setelah itu anda mungkin berpikir :”Oh, saya taruh kursi ini di meja.  Saya naik ke atas kursi.  Setelah itu saya loncat.  Pasti bisa menyentuh plafon.”
Nah, anda dapat jawabannya.  Itu karena anda berpikir lebih keras.  Meski sebabnya bukanlah sesuatu yang anda inginkan.  Bahkan itu adalah sesuatu yang menakutkan.

Itulah hebatnya tujuan yang jelas.  Ia bisa menggerakkan seseorang.  Ia memotivasi  orang.  Motivasi penting.  Tanpa motivasi, manusia akan seperti zombie.  Mayat berjalan.

Tujuan itu ada dua.  Pertama, mendapat kesenangan.   Kedua, menghindari derita.  Survei membuktikan bahwa tujuan yang kedua (menghindari derita) jauh lebih kuat dari tujuan yang pertama (mendapat kesenangan).

Contoh mudahnya begini.  Mana yang lebih berpengaruh pada anda?  Mendapat uang Rp. 10 juta?  Atau kehilangan uang Rp. 10 juta?  Saya yakin sekali, anda akan lebih terpengaruh oleh kehilangan uang Rp. 10 juta itu.

Itulah sebabnya, banyak orang kaya berasal dari orang miskin.  Mereka telah merasakan sakitnya miskin.  Mereka tidak mau terus sakit.  Itu sebabnya mereka berjuang habis-habisan keluar dari kemiskinan.

Tapi, banyak juga orang miskin yang ‘betah’ dalam kemiskinan.  Sampai akhirnya mereka meninggal dalam keadaan miskin.  Rasa sakit karena miskin itu tidak cukup kuat untuk membuat mereka berjuang habis-habisan. Mereka telah belajar untuk ‘menikmati’ rasa sakit karena miskin.

2. Keyakinan yang Benar dan Kuat

Adam Khoo sukses salah satunya karena ia merubah keyakinannya.  Ketika ia dicap bodoh, ia yakin bahwa ia bodoh.  Ia pun melakukan hal-hal bodoh.  Terlalu banyak nonton TV dan main games.

Tapi hasil pelatihannya menunjukkan bahwa keyakinan itu SALAH BESAR.  Ia pun mulai membangun keyakinan yang BENAR BESAR.

Keyakinan yang benar itu adalah bahwa ia justru orang yang sangat cerdas. Ia pun meninggalkan tindakan bodohnya.  Ia melakukan hal yang benar.  Hasilnya luar biasa.  Adam bisa merubah peringkatnya.  Dari peringkat 10 terburuk jadi terbaik.

Itulah hebatnya keyakinan.  Itu pula sebabnya mengapa semua orang sukses mempunyai keyakinan seperti Adam Khoo.  Keyakinan yang benar dan kuat.

Semua orang bisa sukses adalah keyakinan yang benar. Sukses tidak ditentukan oleh jenis kelamin, warna kulit, pendidikan, usia, agama, ras, suku, orang tua, bangsa, lokasi, dan sebagainya.  Sukses hanya ditentukan oleh tiga hal besar.  Tiga hal yang sedang kita bahas ini.  Tujuan, keyakinan, aksi.

Karena itu, mulai sekarang, bangunlah keyakinan yang benar.  Apa pun, siapa pun, bagaimana pun situasi dan kondisi anda.  Anda bisa sukses.  Saya malah yakin, setiap anda ditakdirkan sukses.

Keyakinan juga harus kuat.  Keyakinan salah tapi kuat akan mengalahkan keyakinan benar tapi lemah.  Misalnya anda yakin bahwa anda bisa sukses.  Tapi orang-orang sekeliling anda mengatakan sebaliknya.

Nah, mana yang lebih kuat pengaruhnya?  Keyakinan benar anda atau  keyakinan salah orang-orang di sekeliling anda?  Bila anda tetap bertahan pada keyakinan anda, berarti keyakinan anda kuat.  Bila anda mengikuti orang-orang di sekeliling anda, berarti keyakinan anda yang benar itu ternyata lemah.

Ada satu hal yang harus saya peringatkan berkaitan dengan keyakinan, yaitu:

Jangan Memaksakan Keyakinan Anda Pada Orang Lain Yang Berkeyakinan Berbeda.

Jadi, anda hanya mengungkapkan keyakinan anda sendiri.  Alasan-alasan keyakinan anda. Dan anda selalu siap mendengarkan keyakinan orang lain yang beda itu.  Jadikan perbedaan keyakinan itu sebagai berkah.

Jangan meributkan perbedaan keyakinan itu.  Lebih baik anda mencari persamaan dengan orang lain.  Pasti lebih banyak manfaatnya.  Baik bagi anda maupun orang lain.  Misalnya beda keyakinan. Tapi tujuan sama.  Anda tinggal ucapkan: “Sampai jumpa di tujuan kita, ya.“

3. Aksi yang tepat

Tujuan yang jelas, keyakinan yang benar dan kuat memerlukan aksi yang tepat.  Tujuan yang jelas tanpa aksi yang tepat percuma saja.  Sang tujuan pasti tidak tercapai.

Misalnya anda menetapkan tujuan: “Mendapat pendapatan Rp. 10 juta per bulan“.  Tapi setiap hari anda hanya nonton TV.  Pasti tujuan jelas anda itu tidak akan tercapai.

Demikian juga dengan keyakinan yang benar dan kuat.  Tanpa aksi, keyakinan itu tidak akan membuat anda mencapai tujuan.  Jadi, anda benar-benar membutuhkan aksi untuk mencapai tujuan.

Misalnya anda lapar.  Tujuan anda adalah menjadi kenyang. Anda yakin di lemari makan ada makanan.  Anda juga yakin anda bisa mengambil dan memakannya.  Tapi anda tidak bergerak.  Apakah anda akan kenyang?  Pasti tidak.

Jadi, apakah aksi lebih penting dari tujuan dan keyakinan?  Jelas tidak.  Tanpa tujuan, aksi anda tidak akan menghasilkan apa-apa.  Anda akan seperti mayat berjalan tanpa tujuan.  Tanpa keyakinan, anda pasti diliputi keraguan dan ketakutan.  Keraguan dan ketakutan justru membuat anda tidak bertindak sama sekali.

Aksi yang tepat ada tiga.  Pertama, belajar.   Kedua, praktek apa yang telah dipelajari.  Ketiga, evaluasi.
Misalnya anda ingin menjadi pebisnis sukses dengan penghasilan Rp. 100 juta per bulan.  Maka anda harus belajar.  Apa yang anda pelajari?  Anda harus belajar apa-apa saja yang anda perlukan untuk jadi pebisnis sukses.  Anda harus belajar tentang ide bisnis, marketing, produk, komunikasi dengan mitra bisnis dan sebagainya.

Setelah belajar pada tahap tertentu, langsung praktekkan.  Dengan praktek, anda akan tahu, apakah hasil belajar anda telah cukup atau tidak.  Bila cukup, maka anda akan mencapai tujuan anda.  Bila ini yang terjadi, anda harus membuat tujuan baru.  Dan belajar lagi.

Bila belum cukup – berarti tujuan anda belum tercapai – maka anda harus evaluasi diri.  Apa yang masih kurang itu?  Bila sudah tahu, anda harus belajar lagi.  Begitu terus sampai tujuan anda tercapai.  Itulah aksi yang tepat.

Bagaimana anda bisa belajar dengan lebih baik?  Ada satu rumus yang bagus.  Belajar lah dari orang-orang yang sudah sukses.

Contoh sederhana bila anda ingin naik  ke puncak gunung untuk pertama kalinya.  Mana yang lebih baik?  Anda naik bersama teman-teman yang belum pernah naik gunung juga?  Atau naik gunung bersama orang yang sudah pernah naik gunung sampai ke puncaknya?    Pasti yang disebut terakhir lebih baik.

Karena itu belajar lah dari orang yang telah sukses.  Ingin jadi artis sukses, belajar dari artis sukses.  Ingin jadi pebisnis sukses, belajar dari pebisnis sukses.  Kemungkinan suksesnya pasti jauh lebih besar.  Selamat beraksi.  Belajar.  Praktekkan.  Evaluasi.
sumber: blog motivasi.

Baco Salengkapnyo...

Jika Suatu Saat Nanti Kamu Jadi Seorang Ibu





Assalamu'alaykum WarrahmatullahiWaBarrakatu

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
Ketahuilah bahwa telah lama umat menantikan ibu yang mampu melahirkan pahlawan seperti Khalid bin Walid.
Agar kaulah yang mampu menjawab pertanyaan Anis Matta dalam Mencari Pahlawan Indonesia:
“Ataukah tak lagi ada wanita di negeri ini yang mampu melahirkan pahlawan?
Seperti wanita-wanita Arab yang tak lagi mampu melahirkan lelaki seperti Khalid bin Walid?”


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
jadilah seperti Asma’ binti Abu Bakar yang menjadi inspirasi dan mengobarkan motivasi anaknya untuk terus berjuang melawan kezaliman.
“Isy kariman au mut syahiidan! (Hiduplah mulia, atau mati syahid!),” kata Asma’ kepada Abdullah bin Zubair.
Maka Ibnu Zubair pun terus bertahan dari gempuran Hajjaj bin Yusuf as-Saqafi, ia kokoh mempertahankan keimanan dan kemuliaan tanpa mau tunduk kepada kezaliman. Hingga akhirnya Ibnu Zubair syahid.
Namanya abadi dalam sejarah syuhada’ dan kata-kata Asma’ abadi hingga kini.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah seperti Nuwair binti Malik yang berhasil menumbuhkan kepercayaan diri dan mengembangkan potensi anaknya.
Saat itu sang anak masih remaja. Usianya baru 13 tahun.
Ia datang membawa pedang yang panjangnya melebihi panjang tubuhnya, untuk ikut perang badar.
Rasulullah tidak mengabulkan keinginan remaja itu. Ia kembali kepada ibunya dengan hati sedih.
Namun sang ibu mampu meyakinkannya untuk bisa berbakti kepada Islam dan melayani Rasulullah dengan potensinya yang lain.
Tak lama kemudian ia diterima Rasulullah karena kecerdasannya, kepandaiannya menulis dan menghafal Qur’an. Beberapa tahun berikutnya, ia terkenal sebagai sekretaris wahyu.
Karena ibu, namanya akrab di telinga kita hingga kini: Zaid bin Tsabit.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
jadilah seperti Shafiyyah binti Maimunah yang rela menggendong anaknya yang masih balita ke masjid untuk shalat Subuh berjamaah.
Keteladanan dan kesungguhan Shafiyyah mampu membentuk karakter anaknya untuk taat beribadah, gemar ke masjid dan mencintai ilmu. Kelak, ia tumbuh menjadi ulama hadits dan imam Madzhab.
Ia tidak lain adalah Imam Ahmad.

Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah ibu yang terus mendoakan anaknya. Seperti Ummu Habibah.
Sejak anaknya kecil, ibu ini terus mendoakan anaknya.
Ketika sang anak berusia 14 tahun dan berpamitan untuk merantau mencari ilmu, ia berdoa di depan anaknya: “Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh alam! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keridhaanMu.
Aku rela melepaskannya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Oleh karena itu aku bermohon kepada-Mu ya Allah, permudahlah urusannya. Peliharalah keselamatannya,panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan ilmu yang berguna, amin!”.
Doa-doa itu tidak sia-sia. Muhammad bin Idris, nama anak itu, tumbuh menjadi ulama besar. Kita mungkin tak akrab dengan nama aslinya,
tapi kita pasti mengenal nama besarnya: Imam Syafi’i.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu,
jadilah ibu yang menyemangati anaknya untuk menggapai cita-cita. Seperti ibunya Abdurrahman.
Sejak kecil ia menanamkan cita-cita ke dalam dada anaknya untuk menjadi imam masjidil haram, dan ia pula yang menyemangati anaknya untuk mencapai cita-cita itu. “Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah menghafal Kitabullah, kamu adalah Imam Masjidil Haram…”, katanya memotivasi sang anak.
“Wahai Abdurrahman, sungguh-sungguhlah, kamu adalah imam masjidil haram…”, sang ibu tak bosan-bosannya mengingatkan.
Hingga akhirnya Abdurrahman benar-benar menjadi imam masjidil Haram dan ulama dunia yang disegani. Kita pasti sering mendengar murattalnya diputar di Indonesia, karena setelah menjadi ulama, anak itu terkenal dengan nama Abdurrahman As-Sudais.


Jika suatu saat nanti kau jadi ibu, jadilah orang yang pertama kali yakin bahwa anakmu pasti sukses.
Dan kau menanamkan keyakinan yang sama pada anakmu. Seperti ibunya Zewail yang sejak anaknya kecil telah menuliskan “Kamar DR. Zewail” di pintu kamar anak itu. Ia menanamkan kesadaran sekaligus kepercayaan diri.
Diikuti keterampilan mendidik dan membesarkan buah hati, jadilah Ahmad Zewail seorang doktor. Bukan hanya doktor, bahkan doktor terkemuka di dunia. Dialah doktor Muslim penerima Nobel bidang Kimia tahun 1999.

Baco Salengkapnyo...

Cerita cinta remaja : Cinta Itu sabar

Cerita Cinta remaja : Cinta Itu sabar

Cimotivator.blogspot.com_Danil, Erlangga, Nicki, febri ato siapapun nama mereka, uda di tolak mentah-mentah sama Amara, Amara Cuma bisa nyengir dan ngusir mereka jauh-jauh dari depan mukanya. Tanpa basa-basi lagi Amara langsung bilang “Sorry gue ga suka sama Lo!”

Harta, popularitas atau apapun itu gak lantas buat Amara nerima cowok-cowok kurang kerjaan itu, meskipun Amara jutek dan rada galak tapi cowok-cowok kurang kerjaan itu gak pernah kehabisan ide buat bikin hati Amara kelepek-kelepek.

Hari senin seusai upacara bendera tiba-tiba Amara pingsan. Kontan cowok-cowok kurang kerjaan itu rebutan nolongin Amara. Entah itu beneran nolong atau Cuma sekedar cari perhatian aja, gak ada yang bisa dipercaya. Tapi ada satu cowok yang dengan sigap bawa Amara ke UKS.

“Amara….Lo ga kenapa-napa kan? Lo bikin gue khawatir!” Rintih Nadin, sahabat dekat Amara saat Amara tersadar.

“Huusstt, gue cuma belum sarapan, don’t cry baby!” seru Amara nenangin Nadin yang terisak-isak. “Ngomong-ngomong, siapa yang ngangkut gue ke sini? Jangan bilang salah satu dari cowok-cowok kurang kerjaan itu yang ngangkut gue!”

“Tegar yang gendong Lo kesini. Lo mau dibeliin makan apa? Gue beliin ya?”


“O, Tegar, sampein makasi ya Nad. Ga usah Nad, gue ga mau repotin Lo.”

Sebenernya Amara seneng banget, ternyata yang gendong dia ke UKS Tegar, cowok yang selama ini dia cintai. Tapi kalo inget kenyataannya Tegar pacaran sama Nadin, Amara Cuma bisa nahan perasaan bahagianya itu.

“Amara, Lo ngelamunin apa?” Sahut Nadin membuyarkan lamunan Amara.

“Tegar.” Seru Amara spontan, tanpa sadar Amara udah bikin Nadin kebingungan. “Maksud gue, Tegar hebat bisa ngangkut badan gue yang segini gedenya. Hahaha” Tapi lelucon Amara gak bikin Nadin berhenti membuat Lipatan ombak di keningnya.

“Ra, Lo gak suka sama Tegar kan?” Nadin mulai serius dan membuat Amara salah tingkah.

“Gak mungkin lah gue suka sama Cowok Lo! Ngarang! “ Kilah Amara.

“Lo yakin Ra? Lo sedikit pun gak punya perasaan apa-apa sama Tegar?”

“Come on Nad, gak mungkin gue suka sama cowok Lo! Lo sahabat terbaik gue, ayolah….jangan pernah bikin pertanyaan yang gak masuk akal lagi, ok honey!”

Kejadian di UKS pagi ini bikin Amara shock, apalagi setelah Nadin nanyain perasaan Amara pada Tegar. Amara menyesal udah bohongin Nadin dan perasaannya sendiri. Sepanjang jam sekolah berlangsung Nadin masih menampakan wajah kusutnya. Amara gak bisa berbuat apa-apa selain diam dan berpura-pura gak menyadari keadaan sahabatnya itu. Amara takut jika Nadin menyadari perasaan yang ia punya pada Tegar. Bakal kaya gimana persahabatan mereka kalau Nadin tahu Amara sangat mencintai Tegar.

Seusai sekolah, saat Amara berjalan kaki menuju rumahnya, tiba-tiba Tegar berdiri dan berjalan mengiringi Amara. Aliran darah Amara mengalir begitu deras, begitu juga dengan detak jantungnya, tubuhnya dibanjiri keringat dingin dan terasa begitu tak berdaya.

“Lo masih sakit Ra?” Tegar menempelkan kelima jari tangannya pada kening Amara dan membuat Amara semakin lemah tak berdaya.

“Eng,,, engga, Cuma capek aja kali.”

“Ko bisa sich cewek seangkuh Lo pingsan?”

“Angkuh? Jadi Lo nganggap gue angkuh?”

“Yup! Dengan semua sikap Lo ke cowok-cowok yang udah Lo tolak itu. Menurut gue sich Lo angkuh Ra!”

“Gue gak angkuh! Gue Cuma gak bisa terima mereka! Gue, gue suka…. Sama… seseorang… “ Seru Amara gugup.

“Siapa Ra?” pertanyaan itu membuat Amara tersentak dan berfikir seratus kali lebih cepat untuk mengarang alibi.

“Itu,,, dia,,, Lo gak bakal kenal dia ko!”

“Berarti bukan anak sekolahan kita dong! Tapi gue saranin Lo jangan terlalu jutek sama mereka Ra! Tolak mereka dengan cara baik-baik ok!”

“Yes, ok.”. gumam Amara.

Hari berikutnya di sekolah, Amara berusaha menjalankan saran dari Tegar. Bahkan setiap rayuan dari cowok-cowok kurang kerjaan itu ia ladeni. Mungkin perubahan Amara buat cowok-cowok kurang kerjaan itu suatu hal yang luar biasa. Tapi enggak buat Nadin, Nadin merasa Mual melihat tingkah Amara yang seperti gak ada harga dirinya itu.

“Are you fine Amara?” Seru Nadin sambil membubarkan cowok-cowok kurang kerjaan yang mengelilingi meja tempat ia dan Amara duduk.

“Tentu” Singkat Amara. “Nick nanti sore jadi ya temenin gue ke Toko Buku!” Teriak Amara sambil melambaikan tangan kanannya pada cowok berambut ikal bernama Nicki.

“Helloooo…. Amara Lo serius mau jalan sama Nicki? Ra Lo kesambet setan apa?” Seru Nadin sambil menepuk-nepuk pipi Amara.

“Doi cakep! Tajir! Kurang apa coba?” jelas Amara. “Apalagi Nicki mobilnya keren!” Lanjutnya.

Penjelasan Amara Cuma bikin Nadin tambah mual dan muak pada Amara. Disatu sisi Amara pengen ngilangin kecurigaan Nadin terhadap perasaannya pada Tegar, tapi Amara merasa sangat bersalah udah bohongin Nadin. Amara dan Nadin bersahabat sejak SMP, perbedaan sifat yang mereka miliki bikin mereka saling melengkapi satu sama lain. Amara yang jutek dan galak bisa melindungi Nadin yang manja dan gampang nangis.

Lagi-lagi Tegar udah ada di samping Amara, mereka jalan bersama, karena rumah mereka satu arah.

“Lo kenapa Ra? Tadi Nadin nangis.” Tegar memulai pembicaraan.

“Lo ko jalan kaki terus Gar, kaya hantu lagi tiba-tiba nongol gitu aja!” Seru Amara mengalihkan pembicaraan.

“Lo kenapa udah bikin Nadin nangis?” Kata Tegar lebih galak dan serius.

“Gue gak bikin Nadin nangis ko, emang nangis kenapa?”

“Lo sahabat macam apa sich Ra! Nadin gak suka sama sikap Lo hari ini! Harusnya Lo nyadar Ra!” Jelas Tegar dengan nada tinggi “Lo harusnya bisa jaga perasaan Nadin! Jangan bikin dia nangis!” Sambung Tegar dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Amara menghentikan langkahnya dan menatap mata Tegar dalam-dalam, tanpa sadar butiran air mata udah membajiri pipi Amara. Dalam hati Amara berfikir betapa Tegar mencintai Nadin, sampai Tegar membentak Amara seperti itu, lalu bagaimana dengan rasa cinta yang Amara miliki buat Tegar. Dalam benaknya Amara merasa gak punya kesempatan buat memiliki Tegar, perasaan yang dia miliki buat Tegar gak mungkin terbalas.

“Lo ko nangis Ra?” Tanya Tegar lembut.

“Sumpah. Gue. Benci sama Lo! Gue benci sama Lo! Benciiiii!!!” Amara berlari meninggalkan Tegar dengan hati yang berkeping. Tidak ada gunanya lagi meneruskan perasaan cintanya pada Tegar, karena Amara sadar bahwa Tegar sangat mencintai Nadin, sahabatnya yang manja itu. Bukan hanya itu, Amara sakit hati karena cowok yang sangat ia cintai tega membentaknya.

Pagi-pagi di sekolah, Nadin menghampiri Amara dengan mata yang berkaca-kaca.

“Ra, Lo kenapa? Lo kenapa berubah? Lo kenapa jadi gini Ra?” Seru Nadin pada sahabatnya itu. Tapi Amara sedikitpun gak menghiraukan keberadaan Nadin. “Tegar bilang Lo kemaren nangis? Lo kenapa gak cerita sama gue Ra?” Sambung Nadin.

“Bukan urusan Lo!” Bentak Amara.

“Lo marah sama gue? Gue punya salah apa sama Lo Ra?” Tangis Nadin lebih menjadi. “Cowok yang Lo suka bukan Tegar kan Ra?” Sambung Nadin.

“Heh Nad! Ini bukan urusan Lo! Bilang juga sama cowok Lo, jangan pernah bentak orang lain yang gak tau apa-apa!” Jelas Amara yang langsung menyeret tasnya keluar kelas.

“Amara, gue minta maaf! Maafin Tegar juga!”

“Gue, Benci Lo berdua! Lo, Tegar! Gue benci kalian!” Teriak Amara di ambang pintu kelasnya.

Nadin semakin terpukul dengan ucapan Amara, kata BENCI yang terlontar dari mulut Amara udah tercerna dan mengalir ke seluruh tubuh dan otaknya. Sahabat terdekatnya dengan mudah mengatakan kata Benci padanya, Nadin gak bisa menguasai kesedihan yang ia rasakan, hingga pada akhirnya Nadin pingsan.

Di lain tempat, Amara hanya bisa menangis. Membayangkan betapa Tegar sangat mencintai Nadin, begitu memperhatikan Nadin, sementara sikap Tegar kemarin membuatnya sakit hati. Dilain hati Amara merasa bersalah pada Nadin, ia merasa sangat mementingkan perasaannya sendiri, jika saja Nadin tau dirinya mencintai Tegar, Nadin pasti akan sangat terluka. Amara menimbang-nimbang perasaannya, perasaan sayangnya pada Nadin, perasaan cintanya pada Tegar. Ia mencoba mengontrol emosinya, menata langkah mana yang harus diambilny

Hari berikutnya di sekolah, Tegar mendatangi Amara saat kelas masih sepi. Amara menyadari kedatangan Tegar, tapi pandangan Amara tetap tertuju pada layar ponsel yang ia genggam.

“Kita perlu bicara Ra!” Ungkap Tegar menarik lengan Amara.

“Kemaren gue bikin cewek Lo nangis! Lo kesini mau bentak gue lagi? Hah?”

“Bukan itu masalahnya Ra!” jelas Tegar. Amara Cuma menatap wajah Tegar dengan sinis dan penuh emosi, mungkin buat saat ini Amara melupakan rasa cintanya pada Tegar.

“Gue minta Lo pergi dari hadapan gue! Sekarang!” Bentak Amara.

“Nadin sakit Ra! Lo harus liat dia! Dia butuh Lo!” Seru Tegar meninggalkan kelas Amara.

Nadin sakit, batin Amara terus terusik oleh dua kata itu, Amara merasa bersalah, dia gak pernah bertengkar sehebat ini dengan Nadin, apalagi sampai Nadin jatuh sakit, kali ini Amara sudah keterlaluan. Sepulang sekolah Amara bertekad untuk meminta maaf pada Nadin, sekalian menengok cewek manja yang masih ia anggap sebagai sahabat itu.

Tanpa canggung lagi Amara langsung menaiki anak tangga menuju kamar Nadin, langkah Amara terhenti saat mendengar isak tangis dari dalam kamar Nadin. Samar-samar Amara mendengar percakapan Nadin dengan seseorang di balik pintu kamar Nadin, dan orang itu adalah Tegar.

“Sampai kapanpun, aku bakal selalu sayang sama kamu Nad, aku gak peduli seberapa banyak rintangannya, aku bakal selalu cinta sama kamu.” Seru Tegar.

“Jangan! Aku gak mau nyakitin Amara, aku gak mau persahabatan aku sama Amara berantakan. Aku yakin, kalo Amara suka sama kamu Gar. Kamu bisa cari cewek lain yang lebih baik dari aku.” Jelas Nadin dengan isak tangis yang makin keras.

“Aku bakal nunggu sampe Amara lupain aku dan dia jatuh cinta sama cowok lain. Biar kita bisa bersama lagi Nad.”

“Apa kita bakal kuat? Apa kamu bakal tetap mencintai aku? Kalo Amara gak bisa lupain kamu gimana?”

“Kenapa kamu jadi pesimis Nad! Kita berharap yang terbaik buat kita aja! Ok! Gak ada alasan lain, selamanya aku bakal mencintai kamu Nad!”

Mendengar perbincangan Nadin dan Tegar, Amara mutusin buat pergi dan gak nemuin Nadin. Sepanjang perjalanan menuju rumah, Amara menangis, betapa Nadin menyayanginya, demi dirinya Nadin lebih rela berpisah dengan Tegar. Amara mencoba mengingat perjalanan hidupnya bersama Nadin, sejak mereka berkenalan, Nadin selalu baik dan mengalah pada Amara, selalu mengalah. Dan untuk kali ini,keputusan Amara udah bulat, jika selama ini Nadin yang selalu mengalah, kenapa Amara gak bisa mengalah untuk sahabatnya itu.

Esok hari di sekolah, Amara udah liat sosok Nadin duduk di kursinya dengan senyuman termanisnya. Amara sangat bahagia melihat sahabatnya udah sembuh, tanpa pikir panjang Amara berlari menghambur kearah Nadin dan memeluknya erat.

“Nad, gue suka sama Tegar. Tapi Lo jangan putus sama Tegar gara-gara gue Nad!”

“Gue udah ambil keputusan Ra! Kita gak mungkin mencintai cowok yang sama!”

“Kenapa Nad! Gue mohon, Lo jangan putus sama Tegar! Gue mau Lo bahagia Nad! Gue gak apa-apa!”

“Lo gak bisa maksa Gue Ra, Gue udah gak punya hubungan apa-apa sama Tegar. Kita coba cari cowok lain, cowok yang berbeda!”

“Maafin gue Nad, Gue egois. Gue akan berusaha buat lupain Tegar, demi Lo!”

Mungkin usaha Amara buat lupain Tegar butuh waktu yang lama. Selama Amara belum bisa lupain Tegar, Nadin dan Tegar gak akan bersatu. Kini Amara terang-terangan nunjukin perasaan sukanya sama Tegar pad Nadin, bahkan Nadin kini lebih sering godain Amara. Mereka masih mencintai cowok yang sama.

“Ra, Tegar liatin Lo tuch!” Goda Nadin

“Doi kan cinta mati sama Lo Nad! Tapi hari ini Doi cakep buanget Nad.”

“Siapa tau sekarang Doi naksir Lo Ra.”

“Ntar Lo sakit hati Nad kalo Gue sama Doi jadian.”

“Gue kan pernah ngerasain jadi pacar Doi Ra.”

“Bukannya kita mesti nyari cowok yang beda Nad. Kenapa merhatiin Doi terus?”

“Haha, kita hunting cowok lain yuck!”

“Ayo…hahaha.”

Mereka tertawa bersama di kantin sekolah, kini Amara, Nadin dan Tegar memendam perasaan mereka sendiri-sendiri. Amara berusaha keras melupakan cintanya pada Tegar, sementara Nadin dan Tegar tetap menjaga hati mereka dan menunggu Amara mencintai cowok lain agar mereka bisa bersama lagi.

By : Efih Sudini Afrilya
facebook : fiehsoed@gmail.com
Thanks….

Source:
http://www.gen22.net/2012/05/cerpen-remaja-cinta-itu-sabar.html

Baco Salengkapnyo...

LUPAKAN KEBAIKAN, MAAFKAN KESALAHAN


☆•('•.¸☆♥☆¸.•')•☆


بِسْـــــــمِ أللَّهِ ألرَّحْمَنِ ألرَّحِيْ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

♥☆ LUPAKAN KEBAIKAN, MAAFKAN KESALAHAN ☆♥
☀♥☆•(`'•.☆♥☆.•'´)•☆☀☆•(`'•.☆♥☆.•'´)•☆♥☀

Dahulu disebuah perkampungan tinggal seorang nenek yang sudah sangat tua. Namun kondisi tubuhnya masih sangat sehat. Walaupun usianya sudah lanjut dirinya masih bisa mencari nafkah sendiri. Walaupun hidup sendiri, dirinya tidak pernah terlihat sedih. Setiap waktu bibirnya selalu mengembangkan senyum dan raut mukanya ceria.

Nenek ini tidak menjadi beban para tetangga, sebaliknya para tetangga menjadikan beliau sebagai tempat mencari jalan keluar untuk berbagai masalah, karena Sang nenek memang terkenal suka membantu terhadap sesama, beliau akan memberikan bantuan sebanyak yang ia bisa. Kalau memang harus memberikan bantuan berupa materi, ketika ia punya dirinya tak segan-segan memberikan kepada yang lebih membutuhkan. Tidak hanya orang yang tidak mampu saja yang sering minta bantuan kepada Sang nenek, banyak juga orang kaya bahkan pejabat setempat mendatanginya untuk sekedar meminta nasehat. Masyarakat setempat sangat mengagumi dan menghormati Sang nenek mulai dari anak-anak sampai dengan orang tua.

Suatu hari dirinya pun didatangi seorang pejabat desa setempat, pejabat ini terkenal sangat dermawan. Namun pejabat ini tetap merasakan pamornya kalah dengan Sang nenek. Ia merasakan apa yang dilakukan jauh melebihi sang nenek.

Ia selalu membantu rakyatnya yang kesusahan dan ia merasakan apa yang didapat tidak setimpal. Hatinya sangat gelisah dan pejabat ingin mencari tahu apa yang diperbuat nenek sehingga Sang nenek mendapatkan simpati yang melebihi dirinya.

”Nenek aku ingin tahu rahasia nenek sehingga nenek begitu dihormati disini ?” Tanya pejabat.

”Nenek tidak melakukan apa-apa” Jawab nenek dengan gaya khasnya yang selalu tersenyum tulus kepada siapa saja.

”Aku benar-benar ingin tahu nenek, Aku merasakan aku sudah berusaha yang terbaik untuk rakyatku tetapi mengapa aku masih tetap saja gelisah. Bukankah kata orang-orang bahwa yang selalu berbuat baik hidupnya akan tenang”

”Itu betul tuan pejabat” Nenek menjawab singkat.

”Kalau berbicara kebaikan aku yakin aku jauh lebih banyak berbuat baik dibandingkan nenek. Tapi bagiku bisa membantu orang merupakan satu karunia terbesar yang harus aku syukuri”

”Itu juga betul tuan pejabat”

”Aku bisa merasakan dan sangat yakin hidup nenek jauh lebih tentram dan bahagia dari aku” Tuan pejabat makin gelisah.

”Lagi-lagi tuan pejabat betul” Sang nenek memberikan jawaban yang sama dan pembawaannya juga tetap tenang.

”Mengapa bisa demikian?” Airmuka pejabat mulai berubah. Wibawa Sang pejabat hampir tidak terlihat dan berganti sosok yang memelas yang lagi membutuhkan pertolongan.

”Apakah tuan pejabat benar-benar ingin tahu penyebab kegalauan tuan?” Sang nenek pun melontarkan pertanyaan.

”Iya nek” Balas tuan pejabat.

Sesungguhnya nenekpun belum tahu apa penyebabnya, yang bisa nenek lakukan adalah mencari akar permasalahan yang menyebabkan tuan gelisah” Kali ini nenek berbicara dengan nada yang sangat berwibawa. Dan kewibawaannya semakin membuat si pejabat ciut.

”Baiklah, nenek ingin tanya hari ini tuan sudah berbuat kebaikan apa saja dan kejahatan atau kesalahan orang lain apa yang diterima tuan ?” Nenek menatap dalam-dalam sedangkan tuan pejabat tidak berani membalas tatapan Sang nenek. Ia tertunduk sedih.

”Hari ini aku telah membantu sebuah keluarga yang kelaparan. Aku terharu melihat mereka menitik air mata saat menerima bantuan dariku, tapi yang membuatku kesal saat aku menuju kesini ditengah jalan aku bertemu seorang yang terpeleset dijalan, aku menolongnya, dia bukannya berterimakasih malah memaki-maki aku dengan kata yang kasar katanya aku jadi pejabat tidak becus. Masa, jalan lagi rusak tidak diperbaiki. Padahal kondisi jalan sama sekali tidak rusak. Aku benar-benar tidak bisa diterima, air susu dibalas dengan air tuba” Jelas pejabat panjang lebar.

”Lupakan itu semua maka hidup tuan akan tenang”

”Maksud nenek?” Tuan pejabat makin bingung.

”Lupakan kebaikan kita kepada orang lain dan juga lupakan kesalahan orang lain terhadap kita”

Akhirnya tuan pejabatpun paham apa yang membuat dirinya tidak tenang dan mengapa hidup Sang nenek begitu dihormati. Tuan pejabat pun berpamitan pulang dan ia telah menemukan kunci hidup tentram. Setelah itu, wajah tuan pejabat pun selalu terlihat ceria dan mengembangkan senyum. Dirinya pun tidak mengingat kebaikannya dan kesalahan orang lain.

--- Berbuat baik itu mulia, mampu memaafkan jauh lebih mulia ---

”Kebaikan Akan Kehilangan Nilai Luhurnya Jika Mengharapkan Pamrih, Dan Kesalahan Orang Lain Pun Akan Membawa Berkah Jika Kita Bisa Memaafkan”

Saudara-Saudariku.......,Mengingat kebaikan kita dan kesalahan orang lain bukan tidak mungkin akan menimbulkan satu penyakit jiwa dan fisik, memikirkan kebaikan kita yang tidak di hargai dan pelecehan orang lain akan menyebabkan kita susah tidur dan tidak ada nafsu makan, bukankah akan merusak lahiriah dan batiniah?.

Melupakan kebaikan kita membuat kita tidak berharap lebih dan melupakan kesalahan orang lain akan membunuh akar dendam yang otomatis membuat kita hidup tenang.

Berbuat baik terhadap sesama adalah kewajiban yang tidak perlu ada hitung-hitungan. Dan bersyukurlah kita yang diberi kesempatan untuk berbuat baik. Lihatlah berapa banyak orang yang ingin berbuat baik tetapi tidak mempunyai kesempatan. Mereka yang terbaring tidak berdaya, mereka yang tidak punya apa-apa saat melihat pengemis datang kepadanya, hanya ada niat tetapi tidak mempunyai kemampuan. Namun itu masih lebih baik dari pada mereka yang bisa menolong tetapi enggan melakukannya.

Menolong orang lain atau berbuat baik pun tidak selalu dengan materi, kita bisa membantu dengan tenaga, pikiran bahkan bisa juga dengan menjadi pendengar yang baik yang sedikit berbicara ketika orang lain menceritakan beban hidupnya.

Dan di Dunia ini pun tidak ada orang yang tidak pernah berbuat salah. Jika kita tidak bisa melupakan kesalahan orang lain terhadap kita, sepanjang hidup berapa banyak orang yang pernah berbuat salah kepada kita. Jika dibiarkan bukankah dendam akan menumpuk dihati kita yang akan merusak diri kita sendiri.

Berbuat baik sekecil apapun lalu lupakan. Dan sebesar apapun kesalahan orang lain kitapun tidak perlu mengingatnya.

Sebelum kita menghitung kebaikan yang telah dilakukan sebaiknya terlebih dahulu kita harus menghitung kesalahan yang pernah diperbuat.

Allah berfirman dalam Hadits Qudsi yang artinya : " Nabi Musa a.s telah bertanya kepada Allah : " Ya Rabbi ! siapakah diantara hamba-MU yang lebih mulia menurut pandangan-Mu ?" Allah berfirman :" Ialah orang yang apabila berkuasa (menguasai musuhnya), dapat segera memaafkannya."

Dalam perjalanan membawa misi Dakwah kepada Kaum Thaif, Rasulullah SAW mendapat luka pada muka dan juga patah beberapa buah giginya. berkatalah salah seorang sahabatnya :" Cobalah tuan doakan agar mereka celaka." Rasulullah menjawab :"Aku sekali kali tidak diutus untuk melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan Penebar Kasih Sayang. Lalu beliau menengadahkan tangannya kepada Allah Yang Maha Mulia dan berdoa " Ya Allah ampunikah kaumku, karena mereka tidak mengetahui "

Masih dalam waktu yang sama juga, seorang budak hitam bernama Wahsyi yang dijanjikan oleh tuannya untuk dimerdekakan bila dapat membunuh paman Nabi bernama Hamzah bin Abdul Muththalib r.a , ternyata ia berhasil membunuh Hamzah dan ia dimerdekakan. kemudian ia masuk Islam dan menghadap kepada Nabi Saw.

Wahsyi menceritakan peristiwa pembunuhan hamzah. walaupun Nabi Saw telah menguasai Wahsyi dan dapat melakukan pembalasan, namun tidak melakukannya bahkan memaafkannya. alangkah tingginya akhlak ini.

" Dan hendaklah mereka suka memaafkan dan mengampuni. apakah kalian tidak suka Allah mengampuni kalian ? " (QS. An-Nuur ; 22)

(Sumber: Rumah Yatim Indonesia )

Barakallahu fiikum wa jazakumullah khairan khatsir,,
.Salam Silaturrahim dan Ukhuwah Islamiyyah.

والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

* Tetaplah bersyukur, maka rejekimu akan dilipat gandakan

Have a nice day...

♥ Semoga BermanfaaT & Silahkan Di Share ♥

────(♥)(♥)(♥)────(♥)(♥)(♥)────
──(♥)██████(♥)(♥)██████(♥)──
─(♥)████████ (♥) ████████(♥)─
(♥)███ (♥) ALLAH. SWT (♥) ███(♥)
─(♥)████████████████████(♥)─
───(♥)█ MUHAMMAD. SAW █(♥)───
─────(♥)████████████(♥)─────
───────(♥)████████(♥)───────
─────────(♥)████(♥)─────────
──────────(♥)██(♥)──────────
────────────(♥)──────────


(´'`v´'`)♥. سُبْحَانَ اللّهُ.. اَلْحَمْدُلِلّهِ... اَللّهُ اَكْبَرُ. ♥☆
`•.¸.•' ♫. ♥ آمِينْ. آمِينْ. آمِينْ.. يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. ♥•
(`'•.☆♥ SALAM UHIBBUKUM FILLAH. ♥☆
★☆★☆★☆★☆★☆★☆★☆★☆★☆★
♥♫♥
★☆★~~

Baco Salengkapnyo...

Kisah Menyedihkan Berumah Tangga



Berikut kisah atau cerita sedih yang dapat memotivasi Anda dalam menjalani kehidupan berumah tangga, Kisah mengharukan atau kisah sedih ini tentang perjalanan cinta seorang istri yang tak pernah mencintai suaminya selama 10 tahun perjalanan pernikahannya hingga sang Suami meninggal dunia, dan akhirnya ia menyadari betapa besar cinta dan kasih sayang yang diberikan sang suami untuknya selama ini, dulu ia menghabiskan sepuluh tahun untuk membenci suaminya, tetapi setelah Suaminya tiada Ia menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupnya untuk mencintai sang Suami.
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.

Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.

“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami.

Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya.

Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus.

Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas.

Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.

Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak,

ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang.
maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri.
Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi.
Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya.
Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja.
Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti.
Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi.
Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja.
Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini.
Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini.
Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku.
Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu.
Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku.
Jagalah Ibu dan Farah.
Jangan jadi anak yang bande
l lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. O
ke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”

Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

Baco Salengkapnyo...

GULAI RAMAS


Bahan :
2 ekor ikan tongkol, diambil dagingnya, dipotong
1.750 ml santan encer
1 lbr daun kunyit, diikat
2 sdt garam
1 ½ sdt gula pasir
350 gram nangka muda, dipotong-potong
5 lonjor kacang panjang, dipotong 3 cm
2 buah asam gelugur -
250 ml santan kental

Bumbu halus :
10 butir bawang merah
3 siung bawang putih
4 buah cabai merah keriting
3 buah cabai merah besar
2 cm lengkuas
1 cm jahe
2 cm kunyit
4 butir kemiri

Cara membuat :
1. Lumuri ikan tongkol dengan 1 sdt air asam. Diamkan 10 menit.
2. Rebus santan encer, bumbu halus, daun kunyit, garam dan gula pasir sambil diaduk sampai mendidih. Tambahkan nangka. Masak sampai empuk.
3. Masukkan ikan tongkol, kacang panjang dan asam gelugur. Masak sampai mendidih.
4. Tuang santan kental. Masak lagi sampai mendidih.

NB : sumber “Saji edisi 12/th. V/28 november - 11 desember 2007”

Baco Salengkapnyo...