My Ping in TotalPing.com

Arsip Blog

Entri Populer

Samarajiwa. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengorbanan Suci Keluarga Nabi



" PENGORBANAN SUCI KELUARGA NABI "

Kemajuan Islam tidak tergantung pada kekuatan pedang para pengikutnya, melainkan pada pengorbanan Hussein (Mahatma Gandhi)


Tidaklah berlebihan jika Ali Zainal Abidin As-Sajdah (yang senantiasa bersujud), cicit Rosulullah, menganggap penderitaan yang dialaminya melebihi penderitaannya nabi Yakub. Nabi Yakub hanya kehilangan seorang anak, Yusuf, yang sebenarnya masih hidup dan hanya terpisah jarak dengannya setelah diperosokkan ke dalam sebuah sumur di tengah pada pasir oleh saudara-saudaranya yang dengki. Sementara itu 11 anaknya yang lain dan istri-istrinya, masih berada di sisinya dan senantiasa menghiburnya. Namun kesedihan Nabi Yakub sedemikian hebat sehingga selama bertahun-tahun menangis hingga matanya buta.

Sementara Ali Zainal Abidin harus kehilangan seluruh keluarganya yang dibantai oleh manusia-manusia keji laknatullah. Ayahnya tercinta, Hessein bin Ali bin Abi Thalib sang penghulu surga, saudara-saudara kandungnya, paman-pamannya, sepupu-sepupunya dan keluarga Rosulullah yang lain, termasuk adiknya yang masih bayi, Abdullah, yang dipanah saat digendong oleh sang ayah. Dan kekejian itu terus terjadi hingga di luar batas nilai-nilai kemanusiaan. Jenasah ayahnya, saudara dan kerabatnya itu, berjumlah 72 orang, dipenggal kepalanya, disula dan dijadikan barang mainan. Kaki-kaki kuda menghancurkan tubuh-tubuh suci itu setelah sebelumnya semua benda yang melekat di tubuh mereka dijarah. Dan seolah tidak pernah puas, mereka juga menjarah harta benda milik para wanita keluarga Rosul, termasuk pakaian yang melekat di tubuh mereka hingga pakaian mereka terkoyak-koyak. Ali Zainal Abidin sendiri selamat dari pembantain karena mendapat perlindungan gigih dari bibinya, Zainab, putri sang bunga surga Fathimah Az Zahra sekaligus cucu sang rahmat semesta, Muhammad Rosulullah. Saat itu Ali masih kecil dan dalam keadaan sakit keras.

Ya, laknatullah adalah kata yang tepat untuk menggambarkan manusia-manusia keji pembantai keluarga Rosul yang suci. Mereka dipimpin oleh Umar, seorang sahabat Rosul, putra sahabat Rosul senior, Saad bin Abi Waqqash yang "konon" telah dijamin masuk surga oleh Rosul. Terlepas dari valid tidaknya hadits yang menunjukkan terjaminnya Saad di surga, tentunya di akhirat Rosul menyesal jika mengetahui putra Saad bakal membantai keturunannya. Apalagi Saad juga dikenal sangat memusuhi keluarga nabi sepeninggal beliau, terutama dalam masalah kepemimpinan ummat, lebih detil lagi waktu terjadi pemilihan khalifah pengganti Umar bin Khattab. Padahal Allah telah berfirman: Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak meminta upah atas semua risalah yang aku berikan kecuali kasih sayang kepada keluargaku". (QS 42:23). Sementara pada setiap sholawat yang ditujukan kepada Rosul sebagaimana diperintahkan Allah, tidak boleh terlewatkan sholawat untuk keluarga Rosul. Allahuma shali ala Muhammad, wa ala ali Muhammad.

Tapi Umar bin Saad bin Abi Waqqash tidak sendirian. Bersamanya adalah ribuan pasukan pembantai keluarga Rosul. Mereka sebagian adalah sahabat, sisanya para tabi'in, konon" generasi terbaik Islam. Atasan Umar adalah gubernur Ubaidillah bin Ziyad. Dan puncak dari konspirasi jahat itu adalah khalifah Jazid, sang ikon kejahatan dalam sejarah hitam, putra sang penumpah darah kaum muslimin dan pemberontak, Muawiyah. Pada akhirnya silsilah Yazid berpangkal pada sepasang gembong kaum musrikin, Abu Sofyan dan Hindun. Mereka semua: Abu Sofyan, Hindun, Muawiyah, dan Jazid masuk Islam setelah kemusrikan mereka dikalahkan oleh keimanan Rosulullah pada peristiwa Fathu Makkah. Mereka, tawanan perang yang dikalahkan, dibebaskan Rosul setelah lisannya mengakui keislaman, namun hatinya tetap menyimpan dendam membara yang kemudian dilahirkan dalam wujud pemberontakan Muawiyah kepada Ali bin Abi Thalib serta pembantaian keluarga Rosul di Karbala tahun 60 H.

Tidak salah jika Rosul bersabda: Di hari kiamat, sekelompok sahabat mendatangi telaga untuk minum. Tapi mereka diusir. Aku berteriak, "ya Allah, mereka adalah para sahabatku." Namun Allah berkata: "kamu tidak mengetahui apa yang mereka lakukan sepeninggalmu, mereka surut ke belakang." (HR Shahih Bukhari diriwayatkan oleh Abu Hurairah). Mereka tidak beda dengan umat nabi Isa yang mana beliau dalam kesaksiannya di akhirat akan berkata: "ya Allah, aku menjadi saksi atas mereka selama aku hidup bersama mereka. Dan setelah Engkau wafatkan aku, Engkau yang mengetahui tentang mereka." Sebagaimana kita ketahui, para pengikut Isa telah membelokkan ajarannya.

Aku sebenarnya ingin mengakhiri cerita ini tapi kenyataannya setiap detil periswita ini sangat menyentuh hati jadi sangat sayang untuk dilewatkan. Aku pernah membaca kisah sedih "Saijah dan Adinda" dalam buku Max Havelar karangan Multatuli. Aku menangis membaca kesedihan keluarga Saijah dan keluarga Adinda serta warga distrik Parangkujang yang ditindas oleh sistem pemerintahan Hindia Belanda di Karesidenan Banten pertengahan abad 19 lalu. Namun ternyata kisah itu tidak sebanding dengan kisah pembantaian Karbala. Selesai pembantaian keji di Padang Karbala itu, kepala manusia-manusia suci itu diarak keliling dusun-dusun dan kota. Di bagian belakang arak-arakan adalah para wanita keluarga Rosul yang ditawan dengan rantai melilit tangan, kaki dan leher mereka termasuk Ali Zainal Abidin yang masih kecil dan sakit keras.

Di setiap dusun dan kota yang dilalui, penduduk diperintahkan untuk menyambut dengan cacian dan makian kepada keluarga Rosul serta puji-pujian kepada keluarga Jazid bin Muawiyah bin Abu Sofyan. Di Kufah, di tengah lapangan di di hadapan ribuan penduduk, Gubernur Ubaidillah mencaci maki keluarga Rosul dan dengan sambil tertawa menyodok-nyodok bibir jenazah Hussein bin Ali. Zaid bin Arqam, seorang sahabat Rosul yang sudah tua tidak tahan melihat pemandangan menjijikkan itu.

"Singkirkan tongkat itu. Sungguh aku sering melihat Rosulullah mencium bibir itu!" teriak Zaid. "Celaka kamu. Kalau bukan karena engkau sudah tua dan pikun tentu kepalamu sudah aku penggal!" balas Ubaidillah. Zaid menyingkir sambil menangis.

Selanjutnya kepala-kepala suci dan para tawanan wanita keluarga Rosul diarak menuju ibukota di Syria, Damaskus, ratusan kilometer dari Kufah. Dan seperti sebelumnya, di setiap dusun dan kota yang dilakui, penduduk diperintahkan untuk mencaci maki keluarga rosul dan memuji-muji keluarga Jazid. Sebagian penduduk memenuhi perintah itu, tapi tidak sedikit yang menentang dan malah memaki-maki gubernur dan keluarga Jazid. Sesampai di Damaskus, Jazid pun menyambut mereka dengan suka cita. Ia bersyair mencaci maki keluarga Rosul dan memuji leluhurnya. Ia dan leluhurnya yang dulu menjadi tawanan Rosul, kini menjadi penawan keluarga Rosul. Bukankah itu pembalasan dendam yang sempurna?

Tragedi tidak berhenti sampai di sini. Akibat pembantian keluarga Rosul di Karbala tersebut penduduk Madinah dan Makkah memberontak. Pemberontakan itu merupakan puncak kebencian masyarakat kepada Jazid yang memang dari awal ditentang kepemimpinannya karena ahlaknya yang tidak baik. Untuk memadamkan pemberontakan, Jazid dan para pemuka dinasti Umayah mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Muslim bin Ukbah, juga seorang sahabat Rosul senior. Pasukan Muslim membantai ribuan penduduk Madinah dan Mekkah yang sebagian adalah para sahabat dan sisanya para tabi'in, dan memperkosa para wanitanya. Ibnu Katsir meriwayatkan peristiwa itu dan menyebutnya sebagai tragedi Hurrah.

Maka benarlah Allah dengan firmannya serta musriklah yang membantahnya: "Sesungguhnya sebagian dari orang-orang di sekelilingmu itu (Muhammad), baik orang-orang badui maupun penduduk kota, sungguh keterlaluan dalam kemunafikannya." (QS At Taubah: 101).

0 komentar: