VANCOUVER—Terlalu banyak mengonsumsi caffein dan amphetamine ternyata berdampak buruk pada kinerja seseorang. Menurut peneliti, kandungan zat tersebut dapat memicu kemalasan.
Para peneliti dari University of British Columbia (UBC), Vancouver, Kanada bereksperimen menggunakan sejumlah tikus. Mereka meneliti dampak zat stimulan bagi “tikus pekerja” dan “tikus pemalas”. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal online Nature’s Neuropsychopharmacology.
“Banyak orang mengonsumsi stimulan untuk mendukung aktivitasnya seperti bangun tidur, begadang, meningkatkan semangat kerja dan lainnya. Penelitian ini menunjukkan adanya efek sebaliknya pada orang yang menyukai kerja keras demi hasil yang lebih baik,”
ujar kepala peneliti dari Departemen Psikologi UBC, Jay Hosking, seperti dilansir Publicaffairs.ubc.ca, Rabu (28/3) waktu setempat.Hosking menambahkan, beberapa orang sangat termotivasi dan fokus berusaha untuk mencapai tujuannya. Namun, masih sedikit informasi terkait mekanisme otak yang menentukan seberapa besar usaha kognitif dilakukan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Hosking dibantu Profesor Catharine Winstanley dari Departemen Psikologi UBC menemukan, tikus menunjukkan beragam motivasi untuk mendapatkan hadiah makanan. Saat diberi stimulan amphetamine, “tikus pemalas” yang biasanya menghindari rintangan justru berubah menjadi pekerja keras. Hal sebaliknya terjadi pada “tikus pekerja” yang tidak termotivasi dengan caffein maupun amphetamine. Menurut mereka, kondisi yang sama juga terjadi pada manusia.
Para peneliti menyimpulkan, perhatian mental seseorang untuk mencapai tujuan memiliki peran penting dalam merespons zat stimulan yang dikonsumsi. Meski begitu, mekanisme kerja otak saat orang bekerja masih perlu diteliti lebih lanjut.
Profesor Winstanley menjelaskan, penderita gangguan psikis, kerusakan otak dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) akan lebih baik jika ditangani secara personal. Sebagian besar dari mereka memilih mengonsumsi stimulan untuk mengatasi kelelahan dan penurunan kondisi, meski sebenarnya hasilnya cukup beragam.
“Penelitian ini membuktikan, penanganan secara personal saat melakukan program perawatan lebih bermanfaat,” ujar Winstanley yang juga anggota Brain Research Centre UBC. (ali)
0 komentar:
Posting Komentar