Shutterstock
KOMPAS.com - Selama lebih dari lima dekade para peneliti telah mengaitkan stres dengan penyakit. Studi-studi menunjukkan bahwa orang yang menderita stres lebih rentan terkena penyakit atau mengalami perburukan penyakit. Namun belum diketahui dengan benar bagaimana hal itu terjadi.
Sheldon Cohen, profesor psikologi dari Carnegie Mellon University melakukan riset untuk mengungkap bagaimana stres memicu penyakit. Dari hasil studinya terungkap stres berkepanjangan tidak hanya memengaruhi kondisi
psikologi tetapi juga melemahkan kekebalan tubuh dan memicu inflamasi atau peradangan.
Yang menarik adalah, sistem imun tubuh menciptakan peradangan (misalnya reaksi kemerahan pada area luka) untuk membantu tubuh menyembuhkan dirinya. Tetapi dalam jangka panjang dan pada level yang tinggi, stres juga menyebabkan timbulnya peradangan.
Temuan juga menunjukkan, peradangan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung, asma dan gangguan autoimun, dimana sistem kekebalan tubuh berbalik menyerang tubuh.
Dalam risetnya, Cohen melakukan dua percobaan yang melibatkan lebih dari 300 orang, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang hubungan stres dan penyakit. Peneliti bertanya kepada partisipan studi tentang tekanan hidup yang mereka alami dan seberapa sering mereka terkena pilek, untuk melihat apakah mereka jatuh sakit.
Setelah menyesuaikan beberapa faktor, para peneliti menemukan bahwa orang yang sedang mengalami stres psikologis - seperti yang disebabkan oleh perceraian - kurang mampu untuk meredam peradangan. Hal ini menunjukkan bagaimana stres dapat memengaruhi kekebalan tubuh menjadi kurang sensitif terhadap hormon yang mematikan peradangan. Peneliti mencatat, orang-orang dengan lebih banyak stres juga berisiko lebih tinggi terkena flu.
Temuan ini dipublikasikan secara online pada 2 April 2012 dalam Proceedings of National Academy of Sciences.
Faktor lain yang turut berperan terhadap kejadian penyakit antara lain orang yang stres cenderung memiliki gaya hidup tidak sehat, seperti merokok dan konsumsi alkohol dan kurang tidur. Kemungkinan lain adalah bahwa kondisi kesehatan seseorang dipengaruhi oleh hormon stres
Dr Andrew Miller, profesor psikiatri dan ilmu perilaku dari Emory University School of Medicine yang mempelajari bagaimana stres mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, mengatakan, "penelitian ini memberikan contoh yang sangat konkret tentang bagaimana stres kronis dan dampaknya pada sistem kekebalan tubuh."
Tetapi Miller menegaskan, temuan ini hanya bagian dari gambaran yang lebih luas tentang bagaimana stres mempengaruhi tubuh
"Peradangan adalah sebuah proses di dalam tubuh yang penting untuk memerangi infeksi dan penyembuhan luka. Oleh karena itu, induksi peradangan oleh stres adalah cara bagi tubuh untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi serangan penyakit," tambah Miller.
Meski begitu peneliti menegaskan bahwa hubungan antara stres psikologis kronis dan peradangan tidak membuktikan hubungan sebab-akibat.
Sheldon Cohen, profesor psikologi dari Carnegie Mellon University melakukan riset untuk mengungkap bagaimana stres memicu penyakit. Dari hasil studinya terungkap stres berkepanjangan tidak hanya memengaruhi kondisi
psikologi tetapi juga melemahkan kekebalan tubuh dan memicu inflamasi atau peradangan.
Yang menarik adalah, sistem imun tubuh menciptakan peradangan (misalnya reaksi kemerahan pada area luka) untuk membantu tubuh menyembuhkan dirinya. Tetapi dalam jangka panjang dan pada level yang tinggi, stres juga menyebabkan timbulnya peradangan.
Temuan juga menunjukkan, peradangan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti penyakit jantung, asma dan gangguan autoimun, dimana sistem kekebalan tubuh berbalik menyerang tubuh.
Dalam risetnya, Cohen melakukan dua percobaan yang melibatkan lebih dari 300 orang, untuk mendapatkan pemahaman yang lebih tentang hubungan stres dan penyakit. Peneliti bertanya kepada partisipan studi tentang tekanan hidup yang mereka alami dan seberapa sering mereka terkena pilek, untuk melihat apakah mereka jatuh sakit.
Setelah menyesuaikan beberapa faktor, para peneliti menemukan bahwa orang yang sedang mengalami stres psikologis - seperti yang disebabkan oleh perceraian - kurang mampu untuk meredam peradangan. Hal ini menunjukkan bagaimana stres dapat memengaruhi kekebalan tubuh menjadi kurang sensitif terhadap hormon yang mematikan peradangan. Peneliti mencatat, orang-orang dengan lebih banyak stres juga berisiko lebih tinggi terkena flu.
Temuan ini dipublikasikan secara online pada 2 April 2012 dalam Proceedings of National Academy of Sciences.
Faktor lain yang turut berperan terhadap kejadian penyakit antara lain orang yang stres cenderung memiliki gaya hidup tidak sehat, seperti merokok dan konsumsi alkohol dan kurang tidur. Kemungkinan lain adalah bahwa kondisi kesehatan seseorang dipengaruhi oleh hormon stres
Dr Andrew Miller, profesor psikiatri dan ilmu perilaku dari Emory University School of Medicine yang mempelajari bagaimana stres mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, mengatakan, "penelitian ini memberikan contoh yang sangat konkret tentang bagaimana stres kronis dan dampaknya pada sistem kekebalan tubuh."
Tetapi Miller menegaskan, temuan ini hanya bagian dari gambaran yang lebih luas tentang bagaimana stres mempengaruhi tubuh
"Peradangan adalah sebuah proses di dalam tubuh yang penting untuk memerangi infeksi dan penyembuhan luka. Oleh karena itu, induksi peradangan oleh stres adalah cara bagi tubuh untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi serangan penyakit," tambah Miller.
Meski begitu peneliti menegaskan bahwa hubungan antara stres psikologis kronis dan peradangan tidak membuktikan hubungan sebab-akibat.
0 komentar:
Posting Komentar